DAYEUHKOLOT – Pemkab Bandung bekerjasama dengan Palang Merah Indonesia (PMI), International Federation Red Cross and Red Crescent (IFRC) dan Zurich Insurance mulai membangun tempat Pengungsian Community Flood Resilience (CFR) di belakang Kantor Desa Dayeuhkolot Kecamatan Dayeuhkolot.
Assisten Ekonomi dan Kesejahteraan Kabupaten Bandung, H. Marlan, S.Ip., M.Si. mengatakan upaya pengurangan resiko bencana merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kewenangan pemerintah daerah dan merupakan fungsi pemerintah dalam memberikan perlindungan kepada masyarakat termasuk melakukan upaya dampak terhadap resiko bencana.
“Hal ini merupakan amanat aturan perundang-undangan, yaitu UU nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan UU nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana,” kata Marlan saat seremonial Peletakan Batu Pertama Mitigasi Pembangunan Tempat Pengungsian CFR Program Masyarakat Tangguh Banjir di Desa Dayeuhkolot, Rabu (1/3/17).
Suatu masyarakat yang jadi korban bencana, ucap Marlan, sangat membutuhkan bantuan dari pihak luar. Namun kadang pemberian bantuan tersebut menimbulkan masalah baru berupa ketidaksesuaian bantuan yang diberikan dengan kebutuhan masyarakat. Tidak sedikit pula yang memandang bahwa bantuan memiliki sisi negatif yang dapat mengganggu keleluasaan dan harga diri masyarakat bersangkutan.
Langkah konkrit dalam pengurangan resiko bencana adalah membangun kesiapsiagaan segenap komponen masyarakat termasuk di dalamnya PMI menuju terwujudnya budaya siaga bencana, peningkatan pemahaman dan penyamaan persepsi melalui penguatan kapasitas SDM yang berpijak kepada penguatan kebijakan, prosedur, personil dan kelembagaan.
“Selain tempat pengungsian akan dibangun juga Poliklinik Desa (Polindes), sarana air bersih dan MCK komunal, sehingga diharapkan dengan ditambahnya ketiga fasilitas ini yang berasal dari dana APBD Provinsi Jawa Barat dan Kabupaten Bandung, bisa terintegrasi karena biasanya yang menjadi persoalan di tempat pengungsian adalah MCK,” imbuh Marlan.
Tujuan pembangunan tempat pengungsian ini adalah untuk mengurangi tingkat kesakitan pengungsi, yang jumlahnya sekitar 162 KK yang hanya memiliki rumah satu lantai.
Waktu pengerjaan selama 125 hari kerja, dimulai dari tanggal 1 Maret 2017 sampai dengan 30 Juni 2017. Anggaran yang tersedia sebesar Rp. 486.939.000 yang merupakan anggaran dari Program CFR yang merupakan kerjasama antara PMI, IFRC dan Zurich Insurance.
Luas lahan 4.960 m2 sedangkan luas bangunan 161 m2 yang dapat menampung sekitar 200 jiwa. Selain tempat pengungsian juga dibangun sebagai fasilitas pendukung yaitu pembuatan sumur dalam dan MCK komunal serta Polindes yang merupakan anggaran APBD dan APBDes.
Rata-rata jumlah pengungsi keseluruhan di wilayah Desa Dayeuhkolot hampir 2.486 KK dan 7.871 jiwa yang tersebar di beberapa titik pengungsian seperti Masjid As-Shofia, Kantor Kecamatan dan Kantor Desa Dayeuhkolot.
Ketua Bidang Penanggulangan Bencana Pengurus PMI Pusat, Letjen TNI Purnawirawan H. Sumarsono mengatakan PMI sebagai auxiliary atau organisasi, memberi support dan membantu pemerintah bukan mengambil alih fungsi pemerintah. PMI dengan perangkatnya, yang paling depan yaitu SIBAT (Siaga Bencana Berbasis Masyarakat), membantu meringankan Pemerintah.
“Ini merupakan sumbangsih yang kecil nilainya untuk meringankan atau mengurangi resiko bencana,” kata Sumarsono.
Kesiapan PMI dalam upaya penanggulangan bencana antara lain melatih masyarakat di beberapa desa seperti Desa Dayeuhkolot, Citeureup, Bojongsoang, Pasawahan, Andir, Cangkuang Wetan, Tenjolaya, Pangauban, Baros, Batukarut dan Kamasan sebanyak 30 orang per desa untuk disiapkan dalam menghadapu ancaman banjir.
PMI juga telah memberikan beberapa peralatan tanggap darurat bencana di Desa Program CFR, berupa peralatan Dapur Umum, Pelampung, Gen Set, serta PMI juga berencana untuk memberikan fasilitas perlengkapan Posko seperti alat komunikasi.
“Program pemerintah dan upaya PMI dalam upaya penanggulangan bencana ini tidak akan ada artinya bila masyarakatnya sendiri tidak care,” lanjut Sumarsono. Ia pun berpesan agar gedung ini saat tidak menghadapi bencana nantinya bisa digunakan untuk hal-hal yang bermanfaat.
“Bangunan seluas apapun jika masyarakatnya tidak care maka tidak akan ada gunanya, namun bangunan sesederhana apapun bila masyarakatnya care maka pasti bisa dimanfaatkan,” pungkas Sumarsono.
Perwakilan dari International Federation Red Cross and Red Crescent (IFRC), Mrs. Lisa, mengapresiasi peran SIBAT dalam membantu masyarakat saat terjadi bencana. “SIBAT bekerja keras 24 jam sehari dan itu merupakan dedikasi dari para sukarelawan dan sangat menginspirasi dalam kontribusinya membantu masyarakat yang terkena bencana,” kata Lisa.