Selasa, November 26, 2024
spot_img
BerandaBale BandungTerancam Alih Fungsi, KTNA : Pertahankan Lahan Pertanian

Terancam Alih Fungsi, KTNA : Pertahankan Lahan Pertanian

SOREANG,balebandung.com – Ketua Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Kabupaten Bandung H. Nono Sambas menuturkan bahwa pihaknya sudah ada kekhawatiran sejak 10 tahun silam, terjadinya alih fungsi lahan pertanian atau zona hijau menjadi kawasan perumahan atau pembangunan fisik lainnya. Untuk itu, para petani atau pemilik lahan yang masih bisa mempertahankan lahan miliknya adalah pahlawan.

“Kita mengkhawatirkan terjadi alih fungsi lahan itu sudah sejak 10 tahun lalu, terutama di desa-desa lahan produktif jadi perumahan dan alih fungsinya semakin tidak terkendali,” kata Nono  di Soreang, Rabu (26/10/2022).

Padahal, imbuh Nono, pemerintah sudah mengeluarkan Undang-Undang No 41 tahun 2019 terkait dengan lahan pertanian produktif berkesinambungan.
“Disitu kisi-kisinya adalah apabila ada lahan irigasi teknis diganggu, atau kepakai atau dipakai oleh kepentingan lain yang lebih penting, misalnya jalan atau perumahan atau pabrik dan lain sebagainya,” tutur Nono.

Maka, kata dia, konsekwensinya harus diganti tiga kali lipat. “Jadi kalau diganggu 10 hektare, harus diganti 30 hektare. Kalau irigasi teknis, dua kali lipat penggantiannya, misalnya kalau kepakai 10 hektare diganti 20 hektare. Kecuali lahan tadah hujan, kalau kepakai 10 hektare diganti 10 hektare lagi,” jelas Nono.

Pertanyaannya, lanjut Nono, apakah dilaksanakan atau tidak semacam itu? “Jangan kan tiga kali lipat, yang satu kali lipat saja, belum tentu diganti. Salah satu contoh, dipakai jalan tol, terus penggantiannya ke mana dan di mana? Itu yang jadi persoalan,” ujarnya.

Menurutnya, yang menyulitkan para petani untuk bertahan bertani itu, karena hasilnya sangat minim. “Disatu sisi memang menggiurkan, harga tanah hingga beberapa kali lipat,” katanya.

Ia juga mengatakan, produksi pertanian paling ketinggalan. Saat lahan itu diurus, katanya, jangankan untuk memenuhi kebutuhan keluarga, untuk kebutuhan sendiri juga tidak bisa.

“Tapi kalau dijual tanahnya, waduh uangnya besar. Akhirnya, mereka cita-cita berpindah profesi, dari petani menjadi pedagang. Tapi kalaupun jadi pedagang, mereka bukan pedagang,” ungkapnya.

Kemudian akibat yang lain bagi para petani pemilik lahan, kata dia, penduduk setempat makin sulit memiliki rumah. “Dulu bisa cicil atau membeli lahan ke saudaranya atau sahabatnya, kemudian bikin rumahnya juga dicicil. Mulai mengumpulkan material batu, bata dan sebagainya,” katanya.

Nah sekarang, kata dia, penduduk di daerah perumahan itu sudah tidak bisa membeli lahan, karena harganya sama dengan dari pengembang.

“Jadi mengganggu pada penduduk, juga mengganggu pada produksi pangan, khususnya padi. Disatu sisi pangan itu sangat dibutuhkan. Sekarang ini lahan pertanian makin lama, makin sempit,” katanya.

Dikatakannya, dengan adanya alih fungsi lahan itu, siapa yang bertanggungjawab. “Para petani hanya mengelus dada saja. Dengan adanya alih fungsi lahan itu, ranahnya ada di pemerintah. Harus ada ketegasan dari pemerintah, karena menyangkut berbangsa dan bernegara. Jadi segala sesuatu kembali ke pemerintah, apalagi dalam mengeluarkan izin itu kan dari pemerintah,” katanya.***

spot_img
BERITA LAINYA

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

spot_img

TERKINI

spot_img