BANDUNG, Balebandung.com – Puluhan pengunjuk rasa dari Gerakan Mahasiswa Hukum Indonesia menggelar demo di depan Kantor Kejaksaan Negeri Kota Bandung, Jumat (27/12/2024).
Mereka memprotes menghilangnya terpidana Adetya Yessy Seftiani alias Sasha, yang divonis Majelis Hakim Pengadilan Negeri Kota Bandung melakukan tindak pidana penggelapan sesuai Pasal 378 KUHP.
“Kami menuntut dan mendesak aparat penegak hukum, kepolisian dan kejaksaan, untuk segera menangkap dan mengeksekusi terpidana Adetya Yessi Seftiani alias Sasha beserta penasehat hukumnya,” tegas Ketua Gerakan Mahasiswa Hukum Indonesia, Ade Irfan dalam orasinya di depan Gedung Kejari Kota Bandung.
Massa mendesak Kejari untuk bersungguh-sungguh dalam penegakan hukum dan memaksimalkan infrastruktur hukum untuk mengeksekusi terpidana Sasha yang melarikan diri.
Mereka juga menuntut kepada penasihat hukum terpidana untuk bersikap kooperatif dan terbuka untuk memberi informasi yang sejelas-jelasnya tentang keberadaan terpidana.
Justru ketika pengacara atau penasihat hukum berdiam diri dengan berlindung di balik alibi bahwa mereka tidak mengetahui di mana si terpidana tersebut saat ini berada, maka dalam persepektif peradilan pidana di Indonesia tindakan si penasihat hukum terpidana tersebut patut dapat dicurigai sebagai tindakan menghalangi proses penegakan hukum yang tengah ditangani oleh pihak kepolisian, kejaksaan dan kehakiman.
“Perbuatan tersebut merupakan delik merintangi dilakukannya penegakan hukum,” tandas Ade Irfan.
Mereka juga mengecam tindakan terpidana Sasha yang sampai saat ini tidak menunjukan itikad baiknya untuk mempertanggung jawabkan perbuatan pidana yang secara sah dan telah dilakukan kepada korban.
Karena itu mereka juga mengimbau kepada masyarakat luas pada umumnya untuk menyampaikan informasi jika mengetahui keberadaan saudara Adetya Yessy Seftiani kepada kantor kepolisian terdekat.
Fenomena atau kejadian hilangnya terpidana yang tidak mempertanggungjawabkan perbuatan pidananya yang terbukti secara sah dan meyakinkan menurut putusan pengadian, kata Ade, membuat insan hukum seperti mahasiswa yang tergabung dalam GMHI, merasa tersakiti dan kecewa dengan adanya kejadian ini.
Menurutnya, Gerakan Mahasiswa Hukum Indonesia juga memandang penting untuk menyampaikan aspirasi kepada lembaga peradilan dan meminta agar hakim dan jaksa menjalankan koridor hukum sesuai dengan hukum acara, agar tidak ada intervensi dari pengacara terpidana.
“Kami menuntut agar pelaku dapat segera dimintai pertanggungjawaban hukum atas perbuatan pidana yang telah secara sah dan meyakinkan terbukti dilakukan oleh terpidana,” tegas Ade.
Jelas dalam kasus ini mereka merasa disuguhi tontonan atau diberi contoh buruk praktik pemidanaan yang tergolong sebagai missconception(sesat), salah kaprah dan jauh dari esensi keadilan.
“Kami turun ke jalan hanya membawa satu misi yang dalam pandangan kami sebagai penerus perjuangan dan pembangunan hukum di Indonesia. Kami sangat ingin menjadi bagian dari praktik penegakan hukum di Indonesia yang benar dan memenuhi rasa keadilan bagi semua pihak, tanpa kecuali,” tandasnya.***