BANDUNG, Balebandung.com – Tradisi menenun di Jawa Barat sudah dikenal sejak ratusan tahun yang silam. Istilah ‘upageuning’ yang tertulis dalam naskah kuno Sanghyang Siksa Kandang Karesian, mengungkapkan bahwa masyarakat Jawa Barat sudah mengenal kesopanan dalam berbusana.
Salah satu daerah penghasil sarung tenun di Jawa Barat adalah Kecamatan Majalaya di Kabupaten Bandung
Saat menghadiri pameran Fasionablity Impression Fashion Show Saroeng Majalaya 2023 di Trans Convention Center (TCC) Bandung, Selasa (12/12/2023) malam, Bupati Bandung Dadang Supriatna mengapresiasi Asosiasi Perancang Pengusaha Mode Indonesia (APPMI) yang menggelar kegiatan ini. Menurutnya kegiatan ini berpotensi membangkitkan lagi kejayaan Sarung Majalaya yang cukup bersejarah.
Bupati Bandung lantas mengutip Tim Peneliti Program Studi Magister Desain, Institut Teknologi Bandung, bahwa pada Saroeng Majalaya ditemukan motif poleng sebagai motif lokal yang pernah muncul antara tahun 1930-1970.
“Motif poleng merupakan aplikasi dari motif dasar dengan struktur yang termasuk ke dalam kategori garis dan kotak-kotak,” jelas bupati.
Pada zamannya, imbuh bupati, nomenklatur variasi sarung poleng Majalaya antara lain dikenal dengan poleng camat, poleng haji, poleng totog, poleng bolegbag, poleng taliktik, poleng namicalung, dan lainnya.
Menurut Bupati Dadang Supriatna, kini sarung Majalaya bukan saja menjadi sektor industri tekstil di Jawa Barat, namun menjadi kebanggaan Kabupaten Bandung yang ikut mengangkat nama dan potensi lainnya.
“Variasi motif sarung Majalaya dapat dikreasikan menjadi aneka ragam busana juga hasil kerajinan yang bernilai estetis dan ekonomis,” ujarnya.
Karena itu Kang DS sangat menyambut baik rangkaian kegiatan APPMI bersama Dekranasda yang mengangkat tiga sektor bidang, yaitu bisnis dan trade, pendidikan dan teknologi serta wastra dan busana.
“Terlebih lagi dengan kegiataan tersebut diisi beragam acara seperti pameran dagang, coaching clinic dan seminar, pagelaran fashion show yang akan menjadi wahana untuk memetakan proses fashion dari hulu ke hilir di Jawa Barat,” ungkapnya.
Ia berharap para pelaku usaha bisa peka dan beradaptasi dengan perkembangan mode dan permintaan masyarakat. Diharpkan pula APPMI bisa menjadi wadah untuk turut mengembangkan potensi pelaku usaha dan perajin di bidang mode dan kriya, sehingga produk-produk dari berbagai daerah di Jawa Barat dapat menembus pasar nasional dan internasional.
“Juga tentu saja dapat memanfaatkan agenda ini sebagai momentum menjalin kerjasama dagang, meningkatkan potensi usaha, memamerkan hasil karya serta memperluas jaringan pasar,” tuturnya.
Kang DS menandaskan dalam setiap tantangan, selalu ada peluang. Digitalisasi, kreasi, inovasi dan adaptasi menjadi kunci utama dalam mengendalikan pasar sektor fashion.
“Silahkan berinovasi dengan berpikir positif mengenai peluang-peluang di tengah badai tantangan,” tandasnya.
Menurutnya, pelaku usaha fashion pada dasarnya merupakan individu yang kreatif. Mereka sudah tidak asing lagi dengan perubahan tren yang perlu diantisipasi dan diadaptasi.
“Namun perlu diingat para pelaku usaha sektor fashion ini juga harus mengatur strategi promosi produknya dengan memanfaatkan segala bentuk platform, media sosial, serta aplikasi lainnya yang tentu saja lebih cepat, efektif, efisien untuk menjangkau konsumen sebanyak-banyaknya,” tuturnya.
Ia menilai menjalankan bisnis fashion berbasis teknologi merupakan bisnis yang sulit dan penuh dengan tantangan.
“Hanya mereka yang berambisi dan cerdas yang mampu unggul dan dengan sukses melewati semua tantangan yang ada. Tidak mudah menyerah, kompetitif dan fokus,” pungkasnya.(*)