
BANDUNG – Ketua MPR Zulkifli Hasan mengatakan M. Natsir adalah salah seorang tokoh Islam yang sangat berjasa bagi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Ketika itu, tutur Zulkifli, sosok pahlawan kelahiran Solok, Sumatera Barat itu tampil menjadi tokoh pemersatu bangsa, menyelamatkan NKRI dari kehancuran dan perpecahan, melalui mosi integral yang disampaikannya dalam pidato di depan sidang MPRS.
“Maka tidak berlebihan jika menyematkan Bapak NKRI kepada sosok politisi Islam, ulama, aktivis ormas Islam dan negawaran ini,” ucap Zulkifli. Hal itu ia ungkapkan saat membuka sekaligus menjadi keynote speaker dalam seminar nasional bertajuk Mosi Integral M Natsir Upaya Pemersatu Bangsa, di Gedung Merdeka Bandung, Sabtu (5/8/17).
Dalam seminar ini juga hadir pembicara Prof. Dr. Dadan Wildan (Persis), Drs. Mohammad Siddik, Usep Fathuddien, Prof. Dr. Sanusi Uwes dan putra M. Natsir, Achmad Fauzie Natsir.
Bang Zul, sapaan Ketua MPR RI itu menjelaskan, setelah Indonesia memproklamirkan kemerdekaan, Belanda tak senang dan enggan mengakuinya. Itu ditandai dengan dua kali Agresi Militer (1947-1948).
Gagal dengan cara militer, Belanda menempuh diplomasi melalui Konferensi Meja Bundar (KMB) tahun 1949, di Den Haag. Hasilnya mengubah pemerintahan menjadi Republik Indonesia Serikat (RIS), NKRI terpecah jadi 16 negara bagian.
Persoalan pun muncul, terjadi konflik horisontal di tengah masyarakat karena daerah-daerah tidak siap dengan konsep RIS. Parlemen Indonesia juga tidak langsung menyetujui hasil KMB tersebut. Di antara yang menolak adalah M Natsir.
Di sinilah dia mulai menjajaki diskusi dengan banyak tokoh, datang ke negara-negara bagian. “Di situlah M Natsir menangkap kegelisahan yang massif,” ucap Zul.
Kegelisahan itulah yang dirangkum Natsir dalam mosi integral, kembali ke NKRI. Konsep itu kemudian disampaikannya dalam sidang MPRS. Tanpa hambatan, seluruh pihak menerimanya.
Sekarang, kata Zul, perjuangan Natsir harus diteruskan dengan menjaga NKRI tetap damai, utuh di dalam keberagaman. Sehingga, jangan ada lagi silang sengketa, saling fitnah. Generasi muda harus dibimbing menjadi penerus yang berkualitas.
“Marilah hentikan silang sengketa. Kita sudah sepakat 72 tahun lalu, kita memang beragam, banyak suku dan agama. Karena itu kita harus move on,” seru Zul.