SOLOKANJERUK, balebandung.com – Forum Komunikasi Bantuan Polisi Pamong Praja Nusantara (FKBPPPN) berharap kepada pemerintah pusat membuat regulasi baru atau melalui Keputusan Presiden (Kepres) untuk dapat mengangkat status tenaga honorer/bantuan Polisi Pamong Praja menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN).
Secara nasional diketahui, tercatat sebanyak 90 ribu tenaga bantuan Polisi Pamong Praja dan 11 ribu Polisi Pamong Praja status ASN.
Hal itu terungkap pada kegiatan silaturahmi/audiensi antara perwakilan FKBPPPN Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Jawa Barat dengan Anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan H. Yadi Srimulyadi. Pertemuan dilaksanakan di kediaman H. Yadi Srimulyadi di Kampung/Desa Rancakasumba Kec Solokanjeruk Kab Bandung Jawa Barat, Sabtu (30/7/2022).
Berdasarkan informasi, tenaga bantuan Polisi Pamong Praja (non-ASN) akan dihapus per 28 Nopember 2023 dan hanya menugaskan Polisi Pamong Praja dengan status ASN di lingkungan pemerintah daerah di Indonesia.
Pada rilis yang dibuat FKBPPPN, bahwa penyelesaian tenaga bantuan Polisi Pamong Praja menjadi ASN paling efektif mengeluarkan relugasi baru bersifat khusus setingkat Peraturan Pemerintah untuk mengakomodir tenaga bantuan Polisi Pamong Praja.
Di hadapan Yadi Srimulyadi, Bheny N perwakilan dari tenaga honorer Polisi Pamong Praja Kabupaten Garut menyebutkan, dengan adanya rencana penghapusan tenaga bantuan Polisi Pamong Praja (non-ASN), dan berharap ke depannya bisa diangkat menjadi ASN oleh pemerintah pusat.
“Keberadaan kami, khususnya dalam pengabdian di atas 10 tahun, bahkan pengabdian kami ada yang sudah 20 tahun. Rata-rata usia di atas 35 tahun, mereka umumnya pendidikan SLTA atau sederajat,” kata Bheny, yang juga pengurus FKBPPPN DPW Jawa Barat dan DPP ini.
“Kami memohon dan berharap kepada pemerintah pusat ada peraturan berkeadilan karena kami belum terakomodir untuk diangkat menjadi ASN/PNS,” imbuhnya.
Bheny mengungkapkan, keberadaan tugas dan fungsi tenaga bantuan Polisi Pamong Praja sangat strategis dalam melaksanakan penegakan Peraturan Daerah (Perda) di setiap kabupaten dan kota di Indonesia. Dikatakannya, keberadaan Polisi Pamong Praja itu, sekitar 30 persen PNS dan sisanya 70 persen non-PNS sebagai pelaksana di lapangan.
“Keberadaan kami sangat dibutuhkan di daerah, khususnya dalam penegakan Perda dan ketentraman, ketertiban umum,” kata dia.
Terkait hal itu, imbuh Bheny, tenaga bantuan Polisi Pamong Praja yang ada di setiap kabupaten/kota sudah melakukan audiensi dengan pihak legislatif maupun eksekutif.
“Semuanya mendukung kami. Kalau keberadaan kami ditiadakan, siapa yang menjadi pelaksana dalam penegakan Perda?” tandasnya.
Dikatakannya, keberadaan tenaga bantuan Polisi Pamong Praja itu bisa meningkatkan PAD (Pendapatan Asli Daerah), termasuk bisa menindak para pelanggar Perda tersebut.
“Aspirasi kami ini bisa dikuatkan dan didorong oleh Bapak Yadi Srimulyadi. Kami memohon pemerintah pusat mengeluarkan produk hukum, kebijakan khusus dalam penyelesaian tenaga honorer Polisi Pamong Praja. Supaya kami terakomodir menjadi ASN,” harap Bheny.
Ia juga berharap penyelesaian tenaga honorer Polisi Pamong Praja itu melalui Keputusan Presiden, mengingat saat ini urgensi waktu dan darurat pada Nopember 2023 tak ada lagi tenaga honorer.
“Hanya PNS saja yang ada. Kami berharap Komisi II DPR RI mendorong kementerian terkait atau pemerintah pusat, supaya keberadaan kami terakomodir,” kata Bheny.
Perjuangan di Daerah
Sementara itu, perwakilan tenaga honorer Polisi Pamong Praja Kabupaten Bandung Azhar mengatakan, melakukan komunikasi dengan Yadi Srimulyadi untuk mendapatkan bantuan, supaya aspirasi dari tenaga honorer itu bisa menjadi ASN. “Ini dalam rangka perjuangan kami di daerah,” kata Azhar.
Sementara itu, Yudi perwakilan dari tenaga honorer Polisi Pamong Praja Kabupaten Garut, mengatakan, tenaga honorer yang tergabung dalam FKBPPPN itu dengan usia di atas 35 tahun.
“Dengan masa bakti 13 tahun sampai 20 tahun. Jabar ini, khususnya keberadaan tenaga honorer Polisi Pamong Praja barometernya dari Indonesia. Maka forum ini dari perwakilan kabupaten/kota lain di seluruh Indonesia, sepakat mencari dukungan dari perwakilan daerah yang ada di DPR RI dan eksekutif,” tutur Yudi.
Saeful Rohman, tenaga honorer Polisi Pamong Praja Kabupaten Sumedang berharap kepada Komisi II DPR RI untuk membahas persoalan ini dengan MenPAN-RB, Menteri Keuangan, Menteri Dalam Negeri, Menteri Hukum dan HAM RI.
“Karena untuk Polisi Pamong Praja, tak ada regulasi secara umum. Maka kami memohon kepada Pak Yadi selaku Anggota Komisi II DPR RI untuk menyampaikan aspirasi kami kepada para menteri tersebut,” harap Saeful. ***