BALEENDAH – Ada yang berbeda pada malam peringatan Hari Sumpah Pemuda ke-90 di Kampung Muara Kelurahan Andir Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung, Minggu (28/10/18).
Karang Taruna RW 7 Kampung Muara menampilkan grup musik Bamboonesia. Alat musik tradisional sunda seperti kacapi, kendang dan suling jadi khas dari grup Bamboonesia ini.
Ada lagi yang lebih spesial yaitu alunan dari alat musik tradisional Bonceret. Beberapa lagu pun dilantunkan melalui bonceret di cara kreasi Karang Taruna ini. Antara lain Daun Puspa, Es Lilin, sampai lagu pop Indonesia.
Kalau ditilik alat musik bonceret ini nyaris serupa dengan rebab. Namun di bagian bawahnya hanya berupa bambu ukuran besar yang menghasilkan bunyi dengan seutas tali senar yang digesek.
Selain itu, rebab memiliki dua utas senar, sedangkan bonceret satu senar. Cara memain kannya pun beda dengan rebab, terutama dalam memegang grip atau kunci yang menghasilkan nada.
Adalah Ahmad Najib Qodratullah, seniman asal Jalan Sukamenak, Desa Cangkuang Kulon, Kecamatan Dayeuhkolot, Kabupaten Bandung yang menciptakan bonceret ini.
Ceritanya, pada 2005 Najib mendirikan Pedepokan Ki Sunda Ngalalana di rumahnya di Jalan Sukamenak. Di padepokannya, Najib mengembangkan dan menghidupkan kembali seni musik Sunda dengan membentuk kelompok seni musik Bamboonesia pada tahun 2010.
Mengingat di padepokannya masih ada keterbatasan alat musik sunda, anggota Komisi XI DPR RI ini lantas ingin menghidupkan kembali alat musik berbahan bambu yang nyaris punah.
Menurut Najib, bambu dipilih karena ketersediaannya melimpah dan tentu saja murah. Selain itu, imbuh dia, cara pembuatan alat-alat musik dari bambu pun terbilang mudah. Maka, ia menamakan kelompok seni musik bambu yang dirintisnya itu bernama Bamboonesia.
“Alat musik yang kita kembangkan ini bukan sesuatu yang baru. Tapi menghidupkan lagi warisan nenek moyang,” tutur Najib yang juga anggota Komisi XI DPR RI ini.
Di padepokannya pula, ia mengembangkan alat musik bernama bonceret. Alat musik yang dikembangkan itu awalnya dari doran cangkul yang dipasangi kawat.
“Ternyata ada bunyinya, lalu kita gali,” tutur Najib yang juga menjabat Ketua DPW Partai Amanat Nasional (PAN) Jawa Barat itu. Menurutnya, bonceret diambil dari kata “di kebon recet” atau keramaian di kebun.
“Nama bonceret bermakna di kebon bari recet, artinya keriuhan di kebun. Sebab, waktu itu sekitar tahun 2012 saya mulai mencoba membuat alat musik ini di kebun belakang rumah,” ujar Najib.
Selama setahun, bonceret terus dikembangkan menjadi alat musik yang sempurna. Alat musik ini juga mendapat perhatian dari mahasiswa musik pada sebuah perguruan tinggi di Amerika Serikat. Mahasiswa musik itulah yang membantu mencarikan tangga nadanya.
Hak Cipta Bonceret
Untuk mengamankan alat bonceret dari upaya plagiat negara lain, Najib pun mendaftarkannya ke Kemenkum dan HAM. “Surat pengakuan dari Kemenkum dan HAM sudah keluar pada November 2013 lalu,” kata dia.
Najib pun bertekad untuk terus melakukan inovasi alat-alat musik Sunda yang sudah ada sehingga bisa menghasilkan alat musik yang baru. “Kebetulan di rumah ada tempat latihan dan perekaman sehingga bisa sebagai ajang latihan sekaligus berinovasi mengubah alat-alat musik yang sudah ada,” ujarnya.***