BALEBANDUNG – Raden Adipati Aria Martanegara diangkat sebagai Bupati Bandung pada 1893 oleh Pemerintah Hindia Belanda. Sehari menjelang pelantikannya, terjadi percobaan pembunuhan atas dirinya, tapi RAA Martanagara selamat dalam peristiwa itu.
Berdasarkan hasil penyelidikan pemerintah kolonial diperoleh bukti bahwa sekelompok bangsawan Bandung yang dipimpin Patih Bandung Raden Rangga Sumanagara terlibat dalam percobaan pembunuhan itu.
Pada masa kini, sering dilakukan penempatan seorang pejabat yang bukan putra daerah setempat. Kadang-kadang, hal ini menimbulkan keresahan, seperti juga yang terjadi dalam kasus RAA Martanagara.
Kiranya, apa yang dilakukan oleh RAA Martanagara dalam membangun daerah yang bukan tempat kelahirannya dapat dijadikan teladan, terlepas dari latar belakang atau motivasi yang mendasarinya. Yang jelas, ia sangat berjasa bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat Bandung, sehingga sampai sekarang namanya diabadikan menjadi nama sebuah jalan di Kota Bandung.
Dalem Panyelang
Pada 7 April 1893, Bupati Bandung ke-10 Raden Adipati Kusumadilaga mangkat. Ia hanya meninggalkan seorang anak laki-laki yang baru berusia lima tahun, yaitu Raden Muharam. Sebagai pengganti bupati yang meninggal, pada 17 Juni 1893 diangkatlah RAA Martanagara, Patih Afdeling Sukapura Kolot (Mangunreja).
Pada masa itu pergantian seorang bupati yang meninggal atau berhenti dari jabatannya ditentukan oleh Pemerintah Hindia Belanda. Ternyata, pengangkatan ini menimbulkan konflik dengan sekelompok bangsawan Bandung hingga terjadilah percobaan pembunuhan.
Apa motivasi percobaan pembunuhan itu? Bagaimana RAA Martanagara mengatasi kasus itu? Bagaimana pula hubungannya dengan elite politik Bandung setelah peristiwa itu dan pada masa-masa pemerintahannya kemudian?
Sebelum Martanagara terpilih jadi Bupati Bandung, Pemerintah Hindia Belanda waktu itu sempat menawarkan kepada Pangeran Aria Suriaatmaja, Bupati Sumedang ke-15 (1882-1919) yang terkenal dengan sebutan “Pangeran Mekah” (karena wafat di Mekah saat menunaikan ibadah haji). Tapi Pangeran Suriaatmaja tidak bersedia jadi Bupati Bandung.
Karena itu, Asisten Residen Sumedang, ravenswaai meminta agar RAA Martanegara yang waktu itu menjadi Patih Afdeling Sukapura Kolot, mengajukan surat permohonan untuk menjadi Bupati Bandung, tetapi perhomohan ini harus dirahasiakan. Sebulan kemudian, Residen Harders mengirim surat usulan kepada Gubernur Jenderal di Bogor.
Dalam surat usulan Harders itu, pertama-tama dilaporkan bahwa Bupati Bandung yang telah meninggal itu hanya meninggalkan seorang putra yang baru berusia lima tahun, yaitu Raden Muharam dari salah seorang selir bernama Sukarsi.
Dilaporkan pula bahwa bupati yang meninggal itu adalah saudara kandung Raden Adipati Wiranatakusumah IV (Dalem Bintang), Bupati Bandung sebelumnya. Dalam Bintang ini memiliki lima orang anak, yaitu;
1. Raden Demang Suriakarta Adiningrat, Patih Afdeling Cicalengka;
2. Raden Nataningrat, Asisten Wedana Buahbatu Bandung
3. Raden Wiranagara, Mantri Kabupaten Bandung
4. Raden Haji Natanagara, tidak mempunyai pekerjaan
5. Raden Yahya, tidak mempunyai pekerjaan.
Menurut Harders selanjutnya, berdasarkan Artikel 69 Regeerings Reglament, kelima anak tersebut, sebagai keturunan Bupati Bandung terdahulu dan masih keponakan bupati yang baru saja meninggal, berhak menjadi calon bupati. Akan tetapi, hanya anak pertama yang pantas untuk menjadi calon. Sebab anak ke-2 dan ke-3 meskipun cakap dalam bekerja, mereka senang berutang dan menghambur-hamburkan warisan ayah mereka, sedangkan anak ke-4 dan ke-5 mempunyai reputasi yang buruk.
Raden Demang Suriakarta Adiningrat, yang waktu itu menjadi Patih Afdeling Cicalengka, pernah diajukan untuk menjadi Bupati Bandung pada 22 September 1874, ketika ayahnya, Dalem Bintang meninggal. Akan tetapi, pada waktu itu ia dinyatakan belum mampu mengingat kesehatannya yang tidak baik, kurang energik, kurang bijak terhadap bawahan, dan tidak cepat tanggap dalam menghadapi persoalan sehingga ia hanya dijadikan patih. Ini dimaksudkan juga untuk menguji kemampuannya.
Selanjutnya, Harders menjelaskan bahwa kondite Patih Afdeling Cicalengka itu akhir-akhir ini termasuk sangat baik. Sebenarnya, ia sangat rajin, tetapi kurang tegas, keras dan tinggi hati terhadap bawahannya, serta terlalu hormat dan menjilat kepada atasan.
Selain itu, ia juga pernah mengadakan hubungan-hubungan akrab dengan istri-istri bawahannya. Sifat negatif lainnya dilaporkan oleh Harders bahwa Raden Patih ini cukup kaya, pandai memelihara warisan, tetapi terlalu kikir dan cara hidupnya terlalu sederhana bagi seorang pegawai tinggi. Ia juga menderita rematik, seperti ayahnya. Karena pertimbangan-pertimbangan itulah, Harders mengajukan Patih Cicalengka hanya sebagai calon Bupati Bandung nomor dua.
Selanjutnya, Harders menyatakan bahwa kualitas para kepala di Afdeling Bandung tidak dapat dipuji. Karena itu, diperlukan seorang bupati yang dapat mengendalikan mereka dan berani menindak tegas bawahannya.
Calon yang dianggap cocok untuk posisi itu adalah RAA Martanegara, Patih Afdeling Sukapura Kolot. Ia memberikan penilaian yang baik tentang calon ini. RAA Martanegara adalah seorang pegawai yang berpikiran maju, cepat tanggap (responsif), berwatak terbuka, jujur, setia, rajin, dan menguasai Bahasa Belanda. Ia juga sangat disukai dalam pergaulan, baik dengan orang Eropa maupun pribumi, dihormati oleh siapa saja, serta dapat dipercaya oleh atasan-atasannya.
Disebutkan pula berbagai penghargaan yang pernah diterima karena jasa-jasanya kepada pemerintah. Berdasarkan hubungan kekerabatan, ia juga dinilai memenuhi syarat. Kakeknya adalah Bupati Sukapura dari pihak ibunya dan bao-nya adalah menantu Bupati Sumedang. Ibu mertuanya, istri Bupati Bandung. Sementara itu, anaknya menikah dengan keponakan sekaligus anak angkat Raden Tumenggung Kusumadilaya, Bupati Bandung yang baru wafat.
Karena masih ada hubungan dengan bupati-bupati Bandung, menurut Harders, pengangkatan RAA Martanagara menjadi Bupati Bandung tidak akan menimbulkan sakit hati kalangan bangsawan Bandung. Dugaan ini ternyata meleset. [Hanca]
Di-online-kan Dalam Rangka Memperingati Hari Jadi Kab Bandung ke-375, 20 April 2016.
Sumber :
– Garlika Martanegara
– Nina H Lubis, Konflik Elite Birokrasi; Biografi Politik Bupati RAA Martanegara
Alhamdulillah…..Rd.Aria Martanegara adalah uyut saya. Sy baru menemukan profilnya di artikel di atas dan terimakasih kepada penulis ini..