IBUN – Forum Penyelamat Hutan dan Lingkungan Hidup (FPHLH) menemukan sejumlah patok Izin Pemanfaatan Hutan Perhutanan Sosial (IPHPS) di Petak 55 – 59 Wilayah Kerja Perum Perhutani di Gunung Rakutak Kecamatan Ibun, yang dijadikan kawasan Perhutanan Sosial.
Ketua Mitigasi Bencana FLHPH H. Tarna Diguna menyatakan pihaknya menentang pemasangan papan tanda pembatas lahan untuk pembagian lahan garapan pada Program Perhutanan Sosial di Legok Tengek Pasir Jawa Blok 55 Desa/Kecamatan Ibun, Kabupaten Bandung.
Pihaknya pun langsung melakukan pengecekan pemasangan papan pembatas pembagian lahan garapan di Legok Tengek Pasir Jawa tersebut. Dan ternyata benar, ditemukan diantaranya atas nama dua warga yang tertulis di patok batas pembagian lahan garapan tersebut. Keduanya diduga tergabung dalam Kelompok Tani (Poktan) Mulya Tani yang mendapat pendampingan dari Pemuda Tani (Peta) yang mengantungi Surat Keputusan IPHPS dari Kementerian LHK.
Guna mengantisipasi konflik horizontal antara warga maupun lembaga sosial masyarakat, Tarna berkordinasi dengan Kapolsek Ibun Iptu Asep Dedi untuk bermusyawarah langkah apa yang harus diambil.
Sebab Perhutanan Sosial yang ditetapkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI. Nomor P.39 /MenLHK/setjend/Kum. 1/6/2017, hingga kini masih menimbulkan pro dan kontra. Bahkan lebih dari itu berpotensi menimbulkan konflik sosial antara yang pro dan kontra atas Permen LHK No. P.39 itu.
“Tadinya kami mau langsung mencabut patok-patok itu. Tapi kami pakai etika, kami berkoordinasi terlebih dahulu dengan pihak Polsek Ibun karena lokasi patok berada di wilayah hukum Polsek Ibun,” ungkap Tarna kepada Balebandung.com, Senin (2/9/17).
Tarna menegaskan pihaknya merupakan salah satu unsur yang menolak Permen LHK P.39. Berbagai upaya sedang ditempuh termasuk mengajukan judicial review ke Mahkamah Agung untuk membatalkan P.39. https://www.balebandung.com/bupati-bandung-dukung-yudicial-review-permen-39/.
Lebih dari itu juga sudah beraudiensi dengan Komisi IV DPR RI untuk mencabut P.39. Sebelumnya pun pihaknya bersama Relawan Jaga Lembur dan elemen lain yang kontra P.39, sudah menggelar demo penolakan P.39 di depan Gedung Sate. https://www.balebandung.com/relawan-jaga-lembur-demo-tolak-permen-39/
Sebagai Ketua Mitigasi FPHLH, Tarna sendiri beralasan, pemberlakukan P.39 berpotensi menimbulkan kerusakan lingkungan dan bencana banjir yang makin parah. “Tapi kalau memang P.39 tetap mau dilaksanakan, harus ada pengawasan multi pihak. Apalagi dalam program tersebut menggarap lahan seluas 1.086 hektare dan melibatkan 783 penggarap,” kata Tarna.
Jangan sampai, kata Tarna, hutan itu ditanami sayuran dan tumpang sari, yang akan memperparah terjadi erosi di kawasan hulu. “Erosi lahan akan memperkuat terjadinya sedimentasi di aliran Sungai Citarum sehingga bisa memperparah terhadinya banjir di Majalaya dan sekitarnya,” kata Tarna.