BANDUNG BARAT – Kasus kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak di Jawa Barat hingga kini angkanya masih sangat tinggi. Menurut Ketua Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Jawa Barat Netty Prasetyani Heryawan, hal itu memicu kekhawatiran jika persoalan ini menjadi sebuah fenomena gunung es yang pada akhirnya sulit untuk dihilangkan.
“Kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Jawa Barat masih tinggi, bahkan setiap harinya sekitar 12-13 anak mengalami kekerasan seksual,” ungkap Netty saat Fasilitasi Pengembangan P2TP2A Kabupaten Bandung Barat di Ballroom Gedung B Komplek KBB, Senin (14/3/16).
Nyatanya kekerasan pada perempuan dan anak saat ini menjadi hidden crime di mana pelakunya 90% pelaku kekerasan, kebanyakan orang terdekat bahkan keluarga sendiri. Netty menyebutkan ada 946 kasus kekerasan yang ditangani terjadi di Jawa Barat selama 5 tahun ini di mana sebagian pelaku adalah orang terdekat korban, seperti keluarga atau tetangganya, dan sisanya adalah orang asing.
“Yang paling tinggi kasus kekerasan terhadap anak khususnya kekerasan seksual mencapai 293 kasus, sisanya kekerasan dalam rumah tangga dan human trafficking,” sebutnya.
Tentu saja data ini belum sepenuhnya menggambarkan kekerasan di Jabar. Karena P2TP2A Jabar hanya satu dari banyaknya berbagai lembaga yang sama fokus tentang penanganan kasus kekerasan.
Sementara itu KBB, dipandang Netty, sangat progresif setelah menyadari banyak warganya yang menjadi korban kekerasan utamanya kekerasan seksual. Setelah terbentuk P2TP2A KBB lalu dibuatlah Satgas dengan diberikan pelatihan oleh BPMPD Jabar, BP3AKB Provinsi Jabar dan P2TP2A Jabar.
Di Bandung Barat, kata Netty, ada temuan kasus anak berusia 11 tahun dicabuli oleh kakeknya sendiri yang berumur 68 tahun hingga hamil. Kini anaknya sudah lahir dan sudah berusia 4 tahun. Itu menunjukkan jika persoalan ini penyebabnya karena orang-orang terdekat di lingkungan korban sendiri.
Selain itu, masih banyak lagi kasus serupa lainnya di Jabar. Hal itu di antaranya disebabkan kurangnya peran orang tua dalam melakukan pendidikan kepada anak. Kebanyakan faktor ekonomi memang menjadi salah satu penyebab tingginya kasus kekerasan terhadap anak ini.
“Solusinya dengan mulai menerapkan pola Pengasuhan Anak Berbasis Masyarakat (PABM) dan memberikan penyuluhan di PAUD dan Posyandu yang tersebar di kabupaten/kota,” tandas Netty.
Bupati Bandung Barat Abubakar mengatakan pentingnya penanggulangan dari tingkat bawah merupakan salah satu cara untuk mengurangi angka kekerasan terhadap perempuan dan anak. Nilai luhur bangsa seperti saling asah, saling asih, dan saling asuh diyakini dapat membuat persoalan ini berkurang.
“Persoalan ini menjadi tanggung jawab bersama, mulai dari tingkatan keluarga, RT, RW, desa, kecamatan, hingga tingkat kabupaten harus bersinergi dalam mengatasi kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak,” kata bupati. (fik)