Bale Bandung

KUB Vs Nenek Lanjar (Bag. 1): Kidung yang Bikin KUB Kalah

Rumah Nenek Lanjar (2022)

Saat hendak memasuki rumah Nenek Lanjar, Kang Ujang Busthomi (KUB) disambut dengan penampakan dua murid Nenek Lanjar di halaman rumah. Murid pertama seorang laki-laki paruh baya berpakaian putih-putih. Murid kedua seorang perempuan berpakaian serba hitam dengan kuncir rambut panjang di depan dahinya.

“Assalamualaikum, saya datang baik-baik, kenapa diam saja?” sapa KUB. Karena terus terdiam dengan kondisi mengancam, KUB pun melancarkan serangan terhadap keduanya. Sampai kedua murid Nenek Lanjar itu ngacir, masuk ke dalam rumah Nek Lanjar.

“Assalamualaikum..”

“Iya ya..ayo!” (Nek Lanjar mempersilahkan duduk)

“Sehat?”

“Sehat…”

“Tadi anak buah Nenek yang nendang-nendang bikin ribut aja tuh saya dudukin.”

“Siapa yang bikin ribut?”

“Anak buahnya nenek!”

“Anak buahnya nenek? Duduklah duduk dulu…”

“Sehat nenek?”

“Sehat..sehat…Sehat nenek mah sehat selalu..belum pernah sakit.”

“Oh, belum pernah sakit? Kenapa belum pernah sakit?”

“Ya, tidak ada yang dianu..Tidak ada yang dirasa sakit.”

“Saya Ujang Busthomi, Nek!”

“Hoo…Ujang Busthomi Ujang Busthomi itu kamu!”

“Ya, saya Ujang Busthomi, perkenalkan saya.”

“Hehehe..”

“Nenek siapa namanya?”

“Nenek Lanjar!”

“Oh, Nenek Lanjar, ya kita kenalan. Tak kenal maka tak sayang.”

“Betul..betul..betul…”

“Terus ada apa saya diundang ke mari? Kemarin saya diundang sama muridnya Nenek itu kenapa?”

“Pengen tahu? Kenapa Anda dipanggil sama aku Nenek Lanjar?”

“Ya, saya pengen tahu!”

“Murid saya!”

“Kenapa muridnya?”

“Datang-datang, jerit-jerit, nangis kesakitan sampai pingsan meludah di lantai”

“Oh, kenapa itu?”

“Katanya kena Anda?”

“Lah, kena saya? Ya, salah! Terus mati nggak?”

“Nggak!”

“Kenapa nggak mati aja sekalian?”

“”HAH? Kamu nyupatanin? (nyumpahin) Murid saya disuruh mati? Kamu aja yang mati!”

“Enak aja! Habis muridnya Nenek yang enggak benar!”

“Gimana nggak bener?”

“Ya, dia nyantet saya! Ya dibikin pites sama saya!”

“Oh ya..ya..ya..Ujang Busthomi,..”

“Kenapa?”

“Saya denger sudah lama…Ujang Busthomi, kalau ada dukun santet, kalau ada dukun teluh dihabis-habisin!”

“Dihabisin kenapa sih, Nek? Ini salah… salah kaprah!”

“Kamu yang salah kaprah! Dia itu kan hanya menjalankan pekerjaan. Memberi nafkah!”

“Lah, dia nyantet saya!”

“Nyantet kamu? Kamu jangan ganggu!”

“Ganggu dari mana? Dari Hongkong?”

“Jangan gelo! Jangan mungkiri kenyataan, Ujang Busthomi!”

“Mungkirin gimana? Saya nggak mungkirin-mungkirin. Saya dari hati yang paling dalam..”

“Dengan kenyataan, berapa dukun santet pada K.O. pada kalah!”

“Ya, terus intinya aja, kenapa saya diundang ke sini nih tuh kenapa? Saya kan enggak kenal nenek. Saya enggak ada urusan sama nenek, kenapa Nenek marah-marahin saya?”

Baca Juga  BKPRMI Kab Bandung Deklarasi Dukungan ke Paslon No 2  Dadang Supriatna-Ali Syakieb

“Oh, nggak ada urusan sama Nenek Lanjar? Tapi murid saya, kesakitan sampe pingsan kena Anda. Saya enggak terima!”

“Ya, udah, kalau saya salah saya mohon maaf.”

“TIDAK ADA MAAF!” tukasnya.

“Waduh galak banget, Nek!”

“Sekali merah tetap merah!”

“Nenek nih sudah tua, sudah bau tanah”

“HAH??”

“Kenapa tidak tidur aja ngelonin cucu?”

“KAMU NGELEDEK?”

“Iya, mohon maaf”

“Sudah bau tanah? Ciumlah ketek ku!”

“Aduh ya jangan dicium ketek sih, Nek..”

“Katanya sudah bau tanah! Ngeledek kamu! Biadab kamu! Keparat!”

“Aduh, jangan marah-marah nanti struk, Nek!”

“Tuh nyupotani lagi? Kamu aja yang setruk!”

“Ya, uwis dah, mohon maaf.. mohon maaf”

“Tidak ada maaf!”

“Jangan sampai saya nyium ketek Nenek..Aduh, saya tidak sanggup..”

“Katanya bau tanah? Cium aja coba cium!”

“Udah nenek jangan marah-marah ini sudah malam nyambel aja nyambel di rumah ..”

“Tuh! Nenek disuruh nyambel? Murid nenek banyak..Lelaki banyak, perempuan banyak.  Belum pernah nyambel! Mangan tinggal makan! Baju tinggal pakai!”

“Ya, saya percaya sama Nenek..”

“Banyak murid-murid Nenek Lanjar”

“Iya, percaya.. percaya..”

“Ih, kamu suruh nyambel? Suruh momong cucu?”

“Ya, mohon maaf. Kalau saya salah saya mohon maaf”

“Maaf.. maaf..Tiada maaf bagimu! Aku bukan saudaramu tahu!”

“Nek, ini jangan kenceng-kencang bicaranya, kuping kita sampai budeg”

“TIDAK! Aku kesal! Aku nafsu!”

“Saya sih tidak hebat. Saya tidak kuat, Nek..”

“Penasaran!”

“Penasaran apa? Emangnya saya arwah gentayangan penasaran?”

“Gelo kamu!”

“Gelo kenapa?”

“Pura-pura jadi orang bodoh! Pura-pura jadi orang enggak ngerti apa-apa. Tapi nyatanya, sudah banyak dukun-dukun santet yang pada mati.”

“Aduh, Jangan merembet ke mana-mana Nek. Ini urusannya kita berdua.”

“Iya! Makanya saya nantang kamu!”

“Kita ngobrol aja.. ngopi-ngopi..”

“Ngopi.. ngopi.. Saya tidak doyan ngopi! Saya tidak mau ngopi. (sambil gebrak meja). Tidak biasa minum kopi saya!”

“Minumnya apa Nenek?”

“Tuak!”

“Waduh!”

“Anggur!”

“Waduh!”

“Maboknya gimana, Nek?”

“Njengking!”

“Aduh njengking..maboknya”

“Rese kamu..Ngeledek kamu! Aduh..(tepuk kepala) …Kremed-kremed kamu sirah mu ya!”

“Aduh, Nek..masak minum tuak..sampai maboknya..nyungseb! Sabar.. sabar dulu, Nek..”

“JANGAN KETAWAIN TERUS! Memangnya saya bodor, hah?”

“Ya, mohon maaf kalau saya salah. Abis Nenek sudah tua kok minumnya tuak..anggur.. Kenapa enggak jahe wangu yang dilegleg?”

Baca Juga  Ayah Ini Perkosa Anak Kandung Hingga Punya Anak

“Tuh..tuh.. tuh..,..geni mau dileg. Kamu aja yang dileg!”

“Aduh..Nek, wis kalau saya salah saya mohon maaf. Mumpung masih suasana Lebaran, minal aidzin wal faizin, mohon maaf lahir dan batin..”

“TIDAK! TIDAK! TIDAK! (ketukkan tongkatnya)”

“Waduh, Nek! Awas kena kaki kita tongkatnya, Nek!”

“Biarin! Sampe benyok kakimu!”

“Nek, nenek sudah tua, Nek! Tobat,Nek..”

“Kamu aja yang tobat! Saya sudah tobat.”

“Tobatnya di mana?”

“Pengen tahu, tobatnya saya? Minum anggur!”

“Aduh, ana maning bae..”

“Hahahahaha….”

“Aduh Nek, sudah ketawanya jelek!”

“Hahaha..”

“Is, ketawanya jelek!”

“Ujang Busthomi!”

“Ya?”

“Mau hidup atau mau mati?”

“Aduh, saya sih mau hidup Nek..”

“Kalau mau hidup ciumlah kakiku!”

“Aduh enggak mau..Tadi suruh cium ketek, sekarang cium kaki. Saya enggak mau..”

“Sujud kepadaku!”

“Saya mohon maaf kalau saya salah. Tapi perlu digarisbawahi. Muridnya nenek yang kurang ajar, jadi saya kepret!”

“Tuh..tuh..Memangnya saudaranya? Maen kepret-kepret aja, hah? Memangnya anaknya?”

“Ya, enggak apa-apa, dianya kurang ajar!”

“Kurang ajar bagaimana?”

“Terus nenek maunya apa sih? Dari tadi marah-marah aja, nanti struk, nanti mati!”

“Tuh..tuh.”.

“Jangan mentang-mentang abis minum tuak yah!”

“Tuh..tuh..nyupotani lagi suruh mati, suruh klenger. Kamu aja yang mati yang klenger! Dasar Ujang Busthomi goblok! Ujang Busthomi keparat! Ujang Busthomi sombong! Gawe penasarani Nenek!”

“Aduh nek..jangan Nek. Ya uwis, menang’i Nenek saja. Wis, berisik Nek! Berisik!”

“Ingin tahu, kesaktianmu! Ilmu mu!”

“Kesaktian apa sih, Nek? Kan saya tidak sakti, saya tidak punya ilmu.”

“TIDAK! Saya tidak percaya. Ayo tak ukur kesaktianmu!”

“Ya wis, terserah nenek. Mangga..mangga Nek, daripada saya berisik, saya kupingnya, silahkan.”

Hmmmm..Nenek Lanjar lantas rapalkan kidung mantra..KUB lantunkan sholawan Rabbi Fanfa’na..Hujan rintik mulai turun membasahi keduanya..

“Bis alah..Bis alah.., Sang Alam Kegelapan, Pikulun Aku Nyuwun Penghuni Gunung Krakatau, Au nyuwun Penghuni Gunung Galunggung…Aku nuwun..Penghuni Gunung Ciremai..”

“Penguasa Laut Kidul, Penguasa Laut Lor, aku mohon kekuatan. Bis Alah..Sang Alam Kegelapan..Pikulun Aku nyuwun kekuatan..”

“Bismillahirahmanirahim niati isun arepan mateni sing dipateni..Ujang Busthomi mati..Bongan  kawitan gawe lantaran Ujang Busthomi, nyakite muride iku pun…Ujang Busthomi demi kiet mati..demi kiet mati..”

“Ujang Busthomi ingsun sengit, ingsun jember, ingsun kecewa perbuatane Ujang Bustomi.. kulane sampe kapan pun dendam burung dirasa ning ati, burung kuat, burung benar”

“Lamun demikian Uang Bustomi, sampurna ning jagad raya.”

“Ujang Bustomi gawe penasaran, gawe mengkel, gawe kaniaya murid’e ning Nenek Lanjar.. Kulane sampe kapan pun dendam penasaran, sampe kapan burung ku da rasane ning ati.”

“Lamun Ujang Bustomi mati, ikut rasa tenang rasa bungah.”

Bismillahirahmanirahim niati insun arepan mateni sing dipateni..Ujang Bustomi mati. Burung suci rasane ngati..”

“Durung rasane mati lamun durung Ujang Bustomi demikian mati, durung kuat durung lan durung sampurna”

“durung kuat lan durung sampurna nyan kepingin Ujang Bustomi mati”

“lantaran Ujang Bustomi sombong, Ujang Bustomi sedeng, Ujang Bustomi edan, Ujang Bustomi sinting, Ujang Bustomi stres”

“Dina dipengeni win jalu kesaktian, pengen ngadu sejauh mana, Jalu keturutan, semoga dikabulin Penghuni Laut Kidul Penghuni Laut Lor”

“Bulan nyuwun karomah, bulan nyuwun kasaktian lan kakuatan..Bulan nyuwun Penghuni Gunung Kelud, Penghuni Gunung Ciremai, Penghuni Gunung Krakatau, kula nyuwun kekuatan..”

“Ujang Bustomi tak kremed-kremed betele,..tak kremed-kremed ususe.. supaya brobol..Durung kuda rasane mati, lamun durung Ujang Bustomi mati..”

“Bakal tak kremed-kremed uses’e..bakal tak kremed-kremed betel’e, bakal tak tarik-tarik bulu ketek’e..”

KUB: Sholawat

“Insun sing jadi gurue rasa, lara, rasa kecewa perbuatan Ujang Bustomi,. Aduh, Ujang Bustomi bocah edan, bocah sinting, bocah sombong, pengen nangtang pengen adu kadigjayane, Ujang Bustomi”

“Sesampak-sampak’e Penguasa Laut Kidul Laut Lor, jalu kekuatan Nenek Lanjar supaya Ujang Bustomi kalah, supaya gelem sujud ke Nenek Lanjar”

“Aduh Ujang Bustomi sombong, Ujang Bustomi keparat, Ujang Bustomi edan, Ujang Bustomi goblog! Gawe kaniaya gawe penasarane Nenek Lanjar. Penasaran..penasaran..Bocah Seberang..Bocah Kurang ajar! Bocah Bedebah! Bocah Keparat! Bustomi..Pengen mati..pengen mati..dipendem di tanah..Bocah bosen urip..Dasar sira bosen urip!”

“Bis alah..bis alah, Sang Alam Kegelapan, aku mohon, aku tulung sesambatin Penghuni Gunung Merapi.. galung sesambat galung kekuatan, untuk memnghancurkan Ujang Bustomi.”

“Aku mohon pitulung Penguasa Gunung Kidul,Gunung Ciremai, Gunung Krakatau, Ujang Bustomi Mati! Mati! Mati Ujang Bustomi! Kurang ajar temen..siah! Modar!”

“Ayo, ayo siah..! Ayo, Nenek Lanjar gag bakalan mundur, Ayo maju,..” tantang Nek Lanjar sambil mundur masuk ke dalam rumahnya.

Baca Juga  PKS Kabupaten Bandung - Pepabri Siap Bersinergi dalam Pembangunan

KUB: “Keluar! Kalau berani keluar! Jangan di dalam!”

“Hehehehe..Hahaha..Mati!”

“Bos, Keluar!”

“Hahaha..”

“Besok saya tunggu lagi bos! Besok saya akan datang lagi bos!”

“Aku tunggu kedatanganmu!” *** bersambung ke bag.2

KUB Vs Nenek Lanjar (Bag. 2): Pembalasan KUB, Tanah Hitam Kelemahan Nenek Lanjar

Bagikan

Tinggalkan Balasan