BANDUNG – Ikan Sidat, atau yang dikenal dengan unagi dalam bahasa Jepang, mulai jadi incaran investor asing. Ikan sidat berasal dari Indonesia, terutama dari perairan Samudera Indonesia dan berdasarkan penelitian, dari 18 spesies sidat yang ada di dunia ternyata 12 spesies ada di Indonesia dan ini dianggap sebagai daerah asal-usul (home land) ikan sidat dari jenis Anguilidae atau ikan sidat dunia.
Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan ingin masyarakat Jabar mulai melihat potensi ikan sidat. Melalui upaya pembiakan ikan sidat di dalam negeri untuk peningkatan nilai jual.
“Jepang adalah salah satu negara yang meminati ikan sidat dari Indonesia. Saya sempat beberapa kali kunjungan kerja ke Jepang, di sana pasar sidat terbuka luas,” ungkap Gubernur, di Gedung Negara Pakuan, Minggu (10/12/17) malam.
Beberapa pengusaha dari Vietnam, Korea Selatan, bahkan dari Jepang sendiri, sudah mulai mengembangkan budidaya ikan ini. “Kita ingin mengembangkan budidaya ikan sidat, karena ternyata nilai ekonominya sangat tinggi, dan nilai kesehatannya juga tinggi, maka dari itu banyak dicari orang dan harganya cukup tinggi,” tandas Aher.
Maka untuk menembus pasar ekspor, salah satu langkah yang perlu dilakukan pebudidaya salah satunya yakni menjalin kerjasama dengan perusahaan investor. Dengan syarat, pengembangan dan pembudidayaan, harus dilakukan di dalam negeri.
Ini diupayakan agar benih ikan sidat tidak beredar begitu saja di luar negeri, sehingga potensi yang ‘mahal’ ini, seutuhnya dimiliki negeri ini. “Bibitnya dari sini, harus dikembangkan di sini dong,” selorohnya.
Aher menuturkan di Jawa Barat sendiri, ikan sidat banyak tumbuh dan berkembang dengan jumlah yang sangat banyak di kawasan air payau, di daerah selatan dan utara Jawa Barat. “Dan kalau diambil bibitnya kemudian dibesarkan di darat, sidat suka air yang sangat bersih,” kata Aher.
Aher menyebut adalah tugas pemerintah dan dinas terkait kedepannya, untuk mensosialisasikan kepada masyarakat, bahwa sidat adalah ‘emas’. Artinya, masyarakat perlu mengetahui nilai ekonomi sekaligus nilai gizi ikan sidat, sehingga tidak menyia-nyiakan potensi yang ada karena faktor ketidaktahuan.
“Sidat perlu dikembangkan menjadi benda ekonomi, yang diiringi dengan pelestarian minimal 10 persen untuk dikembang biakan,” kata dia.
Saat ini, benih ikan sidat sudah mulai dikomersilkan oleh sejumlah nelayan di Pelabuhan Ratu, Jawa Barat. Mereka menjual benih ikan sidat per kilogram yang berisi sekitar 5.000 benih seharga Rp150.000.
“Kalau ekspor ikan sidat yang sudah besar, di Jepang bisa sampai Rp1 juta lebih per kilo gram, sementara di dalam negeri harganya bisa Rp300-400ribu per kilo gram. Ini potensi yang luar biasa,” ujar Aher.