SOREANG – Rapat Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Bandung, Jumat (29/12/17), mengesahkan tiga produk hukum berupa Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) usulan Pemkab Bandung.
Ketiga Raperda yang disetujui itu yakni Raperda tentang revisi atau perubahan atas Perda Kab Bandung No 06 Tahun 2009 tentang Pengendalian Pengelolaan Limbah Berbahaya dan Beracun (B3); Raperda perubahan atas Perda No 07/2010 tentang Pengendalian Pembuangan Air Limbah ke Air atau Sumber Air; dan Raperda Pembubaran atas Perda No 11 tahun 1975 tentang Perusahaan Daerah Tanah dan Bangunan.
Ketua Pansus VII DPRD Kab Bandung Firman B Somantri menerangkan, ketiga raperda yang disetujui sudah tidak sesuai dengan kondisi kekinian. Karenanya ada beberapa pasal di dalam perda yang perlu diubah mengacu pada undang-undang diatasnya.
“Seperti di Perda Nomor 7 tahun 2010 itu terdapat klausul adanya pasal pungutan retribusi untuk pembuangan limbah. Nah, itu sesuai Undang-undang Nomor 28 tahun 2003 tentang Pedoman Pemanfaatan Air Limbah itu tidak boleh lagi ada pungutan retribusi pembuangan limbah,” jelas Firman kepada wartawan usai sidang paripurna di Gedung Paripurna DPRD Kab Bandung.
Selain itu, imbuh Firman, dalam Perda Kab Bandung No 06/2009 tentang Pengendalian Pengelolaan Limbah B3, penekanannya terdapat pada kewenangan pemerintah daerah kabupaten untuk memberikan izin terkait pengumpulan dan penampungan limbah B3, sesuai UU No 23/1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Sedangkan mengenai Raperda Pembubaran Perusda Tanah dan Bangunan, terang Firman, pertimbangannya karena sebenarnya perusda yang didirikan tahun 1975 ini sudah tidak beroperasi lagi sejak tahun 1992. Bahkan aset-aset Perusda ini pun sudah dikembalikan ke Pemkab Bandung dan orang-orangnya pun sudah tidak ada.
“Sehingga diusulkanlah oleh pemkab terkait pembubaran perusda ini dengan mencabut Perda Nomor 11 tahun 1975 tentang Perusahaan Daerah Tanah dan Bangunan. Daripada jadi temuan BPK lagi, padahal sejak 1992 tidak beroperasi lagi, makanya perusahaan daerah ini dibubarkan,” jelas Firman.
Sementara itu, Bupati Bandung Dadang M Naser mengapresiasi langkah responsif DPRD Kab Bandung dalam upayanya untuk menghasilkan produk hukum yang lebih berkualitas.
“Kami berterimakasih atas responsif yang luar biasa dari DPRD Kabupaten Bandung terkait raperda dan perda yang telah diubah sesuai dengan isu kekinian di mana Citarum merupakan isu nasional dan internasional,” ucap bupati.
Dadang berharap pihaknya mendapatkan dukungan dari dewan, agar perda yang dihasilkan betul-betul dapat diaplikasi, agar pelanggaran pencemaran limbah bisa disikapi bersama.
Bupati mengatakan, dengan adanya raperda terkait lingkungan tersebut akan menjadi penopang untuk menuju Citarum Harum atau Citarum Bestari dan akan dikuatkan pada tahun 2018 untuk kedisiplinan dalam mengelola limbah.
“Raperda ini untuk mendisiplinkan yang selama ini belum menghasilkan dampak yang lebih hebat. Karena kita punya komitmen dalam pembangunan lingkungan, ” tandas bupati.
Menurutnya, meskipun kesadaran masyarakat, komunitas sudah banyak, namum Sungai Citarum masih menjadi sungai terkotor di dunia. Karena di hulu masih ada lahan kritis, sedimentasi masih tinggi, sehingga berdampak banjir dimana-mana.
“Dengan adanya perubahan perda tentang lingkungan, saya mengajak kepada masyarakat dan semua lapisan untuk secara sabilulungan raksa desa khususnya dalam menjaga lingkungan. Dengan mengelola sampah mulai dari lingkungan rumah tangga,” serunya. [pariwara]