SOREANG,balebandung.com – Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Kabupaten Bandung H. Tata Irawan mengatakan, dana desa yang berasal dari pemerintah pusat dalam pemanfaatnnya ada empat komponen.
“Komponen pertama untuk antisipasi Covid-19 sebesar 8 persen. Itu menyesuaikan dengan situasi dan kondisi. Kemudian ada untuk BLT (Bantuan Langsung Tunai) sebesar 40 persen. Ada yang baru tahun 2022, yaitu untuk ketahanan pangan,” kata Tata Irawan kepada wartawan di Soreang, Senin (5/9/2022).
“Nah, berapa untuk ketahanan pangan itu, yaitu sebesar 20 persen,” imbuhnya.
Jadi, kata Tata Irawan, kalau misalkan anggaran dana desa itu sebesar Rp 1 miliar yang ada di desa, sudah diambil 8 persennya untuk Covid-19, 40 persen untuk BLT dan 20 persen untuk ketahanan pangan. “Sisanya untuk pembangunan,” katanya.
Nah kaitannya sekarang apakah ada subsidi, kata Tata Irawan, jelas yang namanya BLT sudah direncanakan dari awal. “Jadi tidak ada subsidi tambahan atau BLT tambahan, sementara ini. Karena itu kan, sudah berjalan dari mulai Januari 2022 lalu sampai dengan bulan ini,” katanya.
Hanya kebijakan 20 persen dari pemerintah pusat untuk ketahanan pangan, imbuhnya, itu yang digunakan sebagai upaya bagaimana mengurangi inflasi yang ada di Kabupaten Bandung.
“Dengan cara bagaimana kita mempertahankan kemampuan daya beli masyarakat melalui ketahanan pangan tersebut,” katanya.
Ketahanan pangan untuk apa, kata Tata Irawan, ketahanan pangan itu digunakan oleh para kepala desa, jangan sampai ada masyarakat yang tidak bisa membeli makanan atau tidak bisa memasak nasi.
“Kemudian dana 20 persen itu, diupayakan untuk bagaimana masyarakat bisa mengembangkan ekonominya atau mengembangkan kegiatan usahanya,” tutur Tata Irawan.
Ia mengatakan, dana 20 persen bisa digunakan untuk peternakan ayam, penggembukan sapi dan peternakan domba dan lain sebagainya.
“Harapannya daya beli masyarakat bisa terjaga. Inflasi juga bisa terbantu, dengan kemampuan masyarakat bisa mempertahankan daya beli,” katanya.
Menurut Tata Irawan, dana desa itu dikelola di desa untuk mengantisipasi munculnya persoalan-persoalan di desa.
“Dampak dari kenaikan harga BBM itu, bisa menggunakan dana ketahanan pangan tadi. Kalau masyarakat sudah tidak memiliki kemampuan daya beli,” ujarnya.
Tetapi, kata dia, Presiden maupun pemerintah sudah berjanji, bahwa dengan naiknya harga BBM, akan diberikan tambahan subsidi atau insentif untuk masyarakat.
“Hanya pengaturannya akan dilakukan pemerintah pusat, apakah melalui Dinas Sosial atau seperti apa. Kami belum sejauh itu,” katanya.
Ia juga menilai bahwa pada tahun 2023, pemerintah sudah memiliki “senjata” bagaimana anggaran tahun 2023 terkait kebijakan pemanfaatan dana desa.
“Pemerintah Kabupaten Bandung juga langsung mengadakan kegiatan, bagaimana menghadapi persoalan masyarakat Kabupaten Bandung untuk menyelesaikan inflasi,” katanya.
Sedangkan untuk ADPD (Alokasi Dana Perimbangan Desa), kata dia, lebih banyak digunakan untuk kegiatan operasional. Bagaimana siltap (penghasilan tetap) aparatur desa, insentif RT, RW, bagaimana insentif PKK, insentif Badan Permusyawaratan Desa, operasional kantor, kegiatan rutin dan lain sebagainya.
“Di sana juga (ADPD) ada kegiatan untuk ekonomi, penangan stunting, dan bagaimana menyelesaikan persoalan-persoalan lainnya. Hanya angkanya tidak sebesar dari dana desa,” katanya.
Ia mengatakan, penerima BLT itu ditetapkan melalui musdes (musyawarah desa), siapa yang dapat dan tidak, sehingga tidak ada double penerima bantuan. “Angkanya sudah diketahui dari awal, siapa saja penerima BLT tersebut,” katanya.
Disebutkannya, pada 2021 lalu, ada kemiskinan ekstrem yang tidak bisa dikaper dari dana desa. “Akhirnya kebijakan Pak Bupati Bandung, sudah yang disebutkan kemiskinan ekstrem diantisipasi dan dibayar dari APBD Kabupaten Bandung sebesar Rp 16 miliar. Hanya di Kabupaten Bandung, dalam penanganan miskin ekstrem yang tidak menganggu dana desa, tapi dibayarkan dari APBD Kabupaten Bandung,” katanya.***