SOREANG, Balebandung.com Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Bandung justru malah meminta kenaikan tunjangan perumahan dan tunjangan transportasi, di saat rakyat lagi susah terhimpit kesulitan ekonomi akibat pandemi Covid-19. Tak tanggung-tanggung, wakil rakyat ini meminta kenaikan kurang lebih 100 persen.
Salah seorang sumber di DPRD Kabupaten Bandung yang enggan disebutkan namanya mengungkapkan, pada pembahasan perubahan APBD 2021 belum lama ini, DPRD mengajukan kenaikan tunjangan perumahan dan transportasi.
Untuk tunjangan perumahan anggota DPRD, dari sebelumnya sekitar Rp20 juta per bulan. Mereka minta naik menjadi kurang lebih Rp50 juta per bulan. Begitu juga untuk unsur pimpinan, dari sebelumnya kurang lebih Rp30 juta per bulan minta kenaikan 100 persen.
Memang, kata sumber tersebut, berbagai tunjangan untuk anggota dan pimpinan DPRD itu adalah haknya sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) No 18 tahun 2017 tentang hak Keuangan dan Administratif DPRD.
“Tapi yah dipikir dulu lah. Selain saat ini rakyat sedang terpuruk karena pandemi. Untuk pembandingnya, mana ada harga sewa rumah perbulannya sampai Rp50 juta di wilayah Kab Bandung. Jangan kan di Kab Bandung, di Kota Bandung sekalipun tidak ada itu harga sewa atau kontrak rumah per bulan Rp50 juta,” kata sumber tersebut, Minggu (26/9/21).
Begitu juga dengan tunjangan transportasi. Di mana sebelumnya para wakil rakyat ini menikmati tunjangan transportasi kurang lebih Rp17 juta perbulannya. Kemudian, pada pembahasan anggaran perubahan APBD 2021 kemarin, mereka minta dinaikan 100 persen.
Karena permintaan kenaikannya tak wajar, kata sumber itu, sampai dua orang anggota apraisal (juru taksir) dari tim kajian anggaran DPRD mengundurkan diri. Keduanya mundur sebagai tim apraisal karena suatu saat takut disalahkan oleh aparat penegak hukum jika menjadi temuan.
“Bahkan, Bupati Bandung pun tidak mau meloloskan permintaan itu. Konon permintaan itu mau diajukan lagi pada pembahasan APBD murni tahun anggaran 2022 mendatang,” ujarnya.
Menanggapi hal ini, Koordinator Divisi Kampanye Forum Diskusi Anggaran (FDA) Kabupaten Bandung, Gunawan menilai tidak wajar atas permintaan kenaikan tunjangan rumah dan transportasi oleh DPRD Kabupaten Bandung tersebut. Selain kondisi rakyat masih terpuruk akibat pandemi, mereka juga dinilai tidak melihat kemampuan keuangan daerah.
“Selain tidak peka terhadap penderitaan rakyat. Mereka juga enggak melihat kemampuan keuangan daerah. Karena diskresi fiskal daerah itu dipengaruhi oleh pendapatan daerah. Nah, kalau pendapatan daerahnya besar, tentu Pemerintah Daerah (Pemda) bisa leluasa mengatur atau menambah berbagai hal semacam tunjangan dewan itu,” kata Gunawan yang juga Direktur Pusat Sumber Daya Komunitas (PSDK) itu.
Gunawan menjelaskan, dalam kondisi pandemi seperti sekarang ini, potensi Pendapatan Asli Daerah (PAD) bisa saja tinggi. Namun faktualnya di lapangan cuma 11 persen dari total pendapatan daerah. Itu artinya, pendapatan daerah masih tetap lebih besar dari transfer pusat ke daerah.
PAD Kabupaten Bandung yang nilainya signifikan hingga saat ini berasal dari Badan Layanan Usaha Daerah (BLUD) rumah sakit, Pajak Penerangan Jalan Umum (PPJU) dan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).
“Artinya, pendapatan pemkab selama ini bukan hasil kerja keras. Karena itu mah pendapatan yang sudah pasti. Nah seharusnya, kalau dewan mau punya tunjangan gede, yah dibantu Pemkabnya,” jelas Gunawan.
Memang, kata dia, dewan tidak punya kewenangan mencari PAD. Tapi setidaknya mereka bisa mendorong Pemkab untuk menggali dan meningkatkan PAD.
“Misalnya dengan meningkatkan pengawasan, terus melakukan riset soal potensi PAD. Jadi mereka itu enggak cuma manggut-manggut saja saat menerima data PAD dari Pemkab itu. Tapi punya data pembanding dan hasil riset soal potensi PAD yang masih bisa ditingkatkan atau sumber PAD baru,” kata Gunawan. ***