JAKARTA – Fraksi PKS DPR RI menilai kekerasan seksual, khususnya kepada anak, hanya dapat dihapuskan jika pemerintah lebih menekankan pada upaya pencegahan (preventif) yang bersumber dari pembinaan yang utuh dalam sebuah institusi bernama keluarga.
‘
“RUU Penghapusan Kekerasan Seksual harus jelas dulu arahnya kemana, UU Perlindungan Anak juga harus diperbaiki. Tapi, kalau kita bicara preventif kasus kekerasan seksual, kuncinya ada di RUU Ketahanan Keluarga,” jelas Wakil Ketua Komisi VIII dari Fraksi PKS Ledia Hanifa dalam rilisnya, Rabu (1/6/16).
Oleh karena, Ledia menilai, Perppu Nomor 1 Tahun 2016 (Perppu Kebiri) yang dikeluarkan oleh Presiden Jokowi, masih belum menyentuh aspek Pengasuhan yang ada di dalam keluarga. Sebaliknya, Perppu tersebut hanya menitik-beratkan pada pemberatan hukuman kepada pelaku kejahatan seksual, dengan pengecualian bagi pelaku anak.
“Padahal, kita tahu bahwa pelaku kejahatan banyak yang di bawah umur. Ini menunjukkan betapa sesungguhnya faktor pembinaan di dalam keluarga itu menjadi hal yang harus diperhatikan. Ini yang tidak ada di pengaturannya di Perppu,” jelas Legislator PKS dari Daerah Pemilihan Kota Bandung dan Kota Cimahi ini.
Selain itu, pemberatan hukuman untuk melakukan kebiri kimiawi, jelas Ledia, tidak akan mengurangi hasrat untuk tetap melakukan kekerasan. Sebab, pada dasarnya pelaku kejahatan bertindak atas dasar faktor psikologis untuk menguasai, bukan karena kebutuhan biologis (seksual).
“Pelaku yang dikenakan hukuman kebiri, pada dasarnya bukan melakukan kejahatan karena kebutuhan biologis. Ia akan tetap melakukan kekerasan tersebut. Karena dorongannya adalah untuk menguasai. Problem psikologis. Ini yang harus dicermati, tidak sembarang,” tambah Ledia.
Oleh karena itu, saat ini Fraksi PKS sedang menyusun agar RUU Ketahanan Keluarga dapat menjadi arus utama untuk menjadi payung bagi perlindungan dan pengasuhan keluarga secara umum dalam mencegah kekerasan seksual seperti yang marak terjadi belakangan ini.
“Bahwa ketika di dalam suatu keluarga sudah terbina dengan baik, maka kekerasan tidak akan menjadi satu-satunya jalan keluar,” tandas Ledia.
Diketahui, Perppu Kebiri adalah perubahan kedua dari UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Perubahan pertama dari UU tersebut dilakukan secara terbatas, sebagaimana yang tertuang dalam UU Nomor 35 tahun 2014.
Perppu tersebut mengubah dua pasal, yaitu Pasal 81 dan Pasal 82, serta menyisipkan pasal baru, yaitu Pasal 81A. Secara keseluruhan, Perppu ini memperberat hukuman pelaku kejahatan seksual terhadap anak, misalnya pidana mati, seumur hidup atau pidana penjara minimal 10 tahun dan maksimal 20 tahun (Pasal 81 Ayat 5). Selain itu, pemberatan hukuman juga dapat dilakukan dengan cara pidana tambahan berupa pengumuman identitas pelaku (Pasal 81 Ayat 6) dan pemasangan cip, serta kebiri kimiawi (Pasal 81 Ayat 7).